Selasa, 28 Oktober 2008

Penerapan PBL

Penerapan Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Matematika SD

Untuk Meningkatkan Pemikiran Kritis Siswa


Oleh: Wahyudi

Staff Pengajar S1 PGSD

I. Pendahuluan


Matematika dari tahun ke tahun berkembang semakin meningkat sesuai dengan tuntutan zaman. Tuntutan zaman mendorong manusia untuk lebih kreatif dalam mengembangkan atau menerapkan matematika sebagai ilmu dasar. Diantara pengembangan yang dimaksud adalah masalah pembelajaran matematika. Sugeng , M. (2001;2) menyatakan pengembangan pembelajaran matematika sangat dibutuhkan karena keterkaiatan penanaman konsep pada siswa, yang nantinya para siswa tersebut juga akan ikut andil dalam pengembangan matematika lebih lanjut ataupun dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Namun demikian, pengembangan matematika tersebut akan ikut terhambat oleh pandangan masyarakat yang keliru tentang kemudahan dalam proses pembelajaran. Akibatnya, mata pelajaran matematika diampu oleh guru yang tidak profesional , tidak mau kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Semua ini dapat berakibat terhadap rendahnya motivasi dan minat siswa dalam mempelajari matematika. Akibat lebih lanjut adalah rendahnya pencapaian prestasi belajar siswa.

Kondisi pembelajaran matematika seperti diatas juga didukung oleh pernyataan para pakar , diantaranya Soedjadi dan Marpaung yang dikutip oleh Muhammad A. (2002) menyebutkan bahwa: (1) pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah pendekatan konvesional , yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas atau mendasarkan pada “behaviorist “ atau “strukturalist”; (2) pengajaran matematika secara tradisional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami

matematika secara mendalam; (3) pembelajaran matematika yang berorientasi pada psikologi perilaku dan strukturalis yang lebih menekankan pada hafalan dan drill merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja profesional bagi para siswa nantinya; (4) kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan buku paket sebagai “resep“ mereka mengajar matematika halaman per halaman sesuai dengan apa yang ditulis; dan (5) strategi pembelajaran lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dan kurang adanya upaya agar terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif. Dengan adanya tuntutan pengembangan matematika dan disisi lain dengan kondisi yang ada seperti di atas , maka perlu diupayakan mencari pemecahannya. Pemerintah melalui Puskur Balitbang Dekdinas pada tanggal 20 Agustus 2001 telah menggulirkan krikulum baru yang berbasis kompetensi.

Dengan adanya kurikulum ini diharapkan dapat menjadi instrumen yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada dalam pendidikan. Namun demikian, kurikulum berbasis kompetensi inipun akan bernasib sama dengan kurikulum sebelumnya, jika tidak didukung oleh paradigma pembelajaran yang tepat dan ditangani guru yang profesional dan berfikir inovatif. Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi ini menuntut adanya perubahan paradigma baru dari ‘guru mengajar‘ menjadi ‘murid belajar’. Akan tetapi merubah paradigma tidaklah mudah, diperlukan suatu kemauan dan tekat yang kuat dari guru


2. Apa dan Bagaimana Penerapan Problem Based Learning Dalam Proses Pembelajaran

2.1 Problem Based Learning (PBL)

Suatu metode pembelajaran di mana pembelajar bertemu dengan suatu masalah yang tersusun sistematis; penemuan terpusat pada pembelajar dan proses refleksi (Teacher & Educational Development,University of New Mexico School of Medicine, 2002: 2)

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu metode pembelajaran dimana peserta didik dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student-centered. Dari aspek filosofi, problem based learning dipusatkan pada peserta didik dan problem first learning.

Peserta didik mengidentifikasi pokok bahasan (issue) untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai konsep yang mendasari masalah tadi serta prinsip pengetahuan lainnya yang relevan. Fokus bahasan biasanya berupa masalah (tertulis) mencakup beragam fenomena yang membutuhkan penjelasan. Problem Based Learning (PBL) bertujuan agar peserta didik memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien dan terintegrasi. Kegiatan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru melalui pembahasan masalah tadi dikenal sebagai “problem first learning” (Harsono, 2004: 2-3).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas, penulis mengambil sebuah pemahaman bahwa Problem Based Learning merupakan metode pembelajaran dimana suatu masalah pokok dapat menjadi stimulus dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian masalah utama tersebut dapat menggali segenap potensi siswa untuk dapat mengarahkan kemampuannya dengan memanfaatkan sumber daya belajar yang ada guna menyelesaikan masalah. Rancangan masalah harus berasal dari permasalahan dilematis dan kompleks yang lazim dialami mereka di dunia nyata. Sehingga akan memotivasi para siswa untuk meneliti dan menemukan solusi terbaik.

Strategi pembelajaran ini dikenalkan pertama kali oleh sekolah medis Mc Master USA tahun 1969 hingga sekarang. Kebanyakan problem based learning digunakan di bidang medis (kedokteran, farmasi, dan sejenisnya). Akan tetapi PBL dapat diaplikasikan pada berbagai jenis disiplin ilmu, seperti: ekonomi, teknik, matematika, hukum, sosial, ilmu alam, ilmu pendidikan, dan lainnya (Harsono, 2004: 1, 14).


2.2 Mengapa kita perlu mengembangkan Pembelajaran Matematika Dengan Problem Based Learning?

Penerapan metode problem based learning tidak hanya meningkatkan hasil belajar tapi juga membekali peserta didik dengan pengalaman belajar menyelesaikan masalah sesuai materi pelajaran secara mandiri. Maka peneliti merumuskan tujuan penerapan problem based learning sebagai berikut:

1) Untuk mendekatkan para siswa pada pembelajaran matematika dengan perkembangan situasi dunia nyata.

2) Dapat membantu para siswa mengembangkan pemikiran dan ketrampilan berpikir secara kritis agar memperoleh kecakapan hidup (life skill).

3) Menempatkan siswa sebagai subyek dan obyek pembelajaran.

Problem based learning dirancang untuk mengembangkan:

1. Kemampuan mengintegrasikan (penyatuan) pengetahuan yang dimiliki, kemudian mendasarkan pada konteks pengetahuan khusus

2. Kemampuan mengambil keputusan sekaligus mengembangkan sikap dan pemikiran kritis

3. Kemampuan belajar mandiri dan membangkitkan semangat untuk belajar sepanjang hayat

4. Kecakapan interpersonal, kolaborasi, dan komunikasi

5. Konstruksi struktur kognitifnya sendiri dan terampil mengevaluasi

6. Perilaku dan etika yang professional

(Teacher & Educational Development, University of New Mexico School of Medicine (2002: 2-3).


3. Pembelajaran Dengan Metode Problem Based Learning

Karaktersitik umum dari problem based learning yakni masalah sebagai awal pembelajaran. Rancangan masalah yang menjadi issue berasal dari masalah dilematis lingkungan sekitar untuk menarik minat peserta didik. Masalah harus disesuaikan dengan kompetensi dasar, materi, dan hasil belajar yang ingin dicapai.

Menurut Duch (CUTSD 1997: 2) permasalahan yang baik dapat mensukseskan pembelajaran. Rancangan permasalahan yang baik adalah:

1) Beberapa fakta yang terjadi di dunia nyata di kemas dalam bentuk peta masalah yang dapat menarik minat siswa.

2) Memilih salah satu fakta yang banyak dibahas oleh mass media menjadi pokok masalah pada bahasan suatu pembelajaran.

3) Dapat memotivasi para siswa dalam menyusun argumen kuat berdasarkan beberapa informasi maupun referensi yang mereka peroleh.

4) Dapat memunculkan sikap saling kerjasama antara siswa untuk membahas maupun menyelesaikan masalah tersebut.

5) Pertanyaan awal yang disajikan pada masalah dapat menjadi petunjuk semua siswa untuk mengambil peran dalam diskusi. Pertanyaan ini harus: (a) bersifat terbuka terhadap berbagai bidang pengetahuan maupun tanggapan; (b) dapat dihubungkan dengan pengetahuan dasar sebelumnya maupun semua nilai-nilai berbagai aspek sebagai bentuk kontribusi pengembangan masalah atau solusi; (c) dipusatkan pada isu-isu yang dapat mengundang perdebatan atau belum terpecahkan secara tuntas.

6) Dapat memotivasi para siswa untuk terlibat dalam proses berpikir yang kritis dan analitis.

7) Setiap unit-unit spesifik dari pengembangan pokok masalah harus dapat disatukan kembali menjadi bentuk pemahaman suatu materi pembelajaran.

Peserta didik sebelumnya telah memiliki dasar pengetahuan, kecakapan, kepercayaan, dan konsep-konsep. Ketika peserta didik dihadapkan pada permasalahan nyata yang dilematis maka mereka akan memperhatikan, mengorganisir, menginterpretasi, dan mendapatkan informasi maupun pengetahuan baru. Penerapan problem based learning dalam pendidikan membantu pembelajar menghubungkan hal-hal apa yang mereka ketahui, mereka perlukan untuk mencapai tingkat pemikiran yang lebih baik (better thinking).

(Teacher & Educational Development, University of New Mexico School of Medicine (2002: 3-4).

Awal kegiatan penerapan problem based learning yakni membuat persiapan problem based learning dalam pembelajaran matematika. Menurut Wood (1995: 5-120) persiapan problem based learning adalah:

1. Menentukan topik atau materi pokok pembelajaran.

2. Menentukan isu-isu permasalahan didunia nyata

3. Menyusun daftar keinginan peserta didik agar belajar dengan nyaman

4. Merancang penyajian masalah untuk dapat memandu peserta didik

5. Menentukan alokasi waktu dan jadwal pertemuan pembelajaran

6. Mengorganisir kelompok belajar

7. Merancang sumber daya belajar

8. Merancang lingkungan belajar yang nyaman untuk mengembangkan “Keterampilan Memproses” peserta didik.

9. Merancang format penilaian proses dan hasil belajar

Penerapan problem based learning (get started) dimulai dengan:

1. Pengenalan problem based learning pada pengajar (guru matematika dan peserta didik kelas V SD Kristen 3 Salatiga)

2. Menetapkan aturan main penerapan problem based learning. Penelitian ini menggunakan tipe interaksi antar kelompok (group interaction). Tutor dan peserta didik bekerja sama mengembangkan pembelajaran.

3. Menetapkan harapan atau tujuan penerapan problem based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis dan sikap positip siswa terhadap matematika.

Setelah masalah disajikan pada peserta didik, maka pembelajaran berlangsung dalam proses tutorial. Guru berperan sebagai tutor. Satu masalah di bahas oleh beberapa kelompok. Tutor disebut juga instruktur, moderator, fasilitator, atau leader. Tutor berasal dari pendidik. Tutor bertanggung-jawab membantu kelompok mengidentifikasi kekeliruan kinerja, pendapat yang menyimpang, memotivasi anggota kelompok mengkomunikasikan, dan saling mengevaluasi hasil kerja secara bertahap. Tutor menyiapkan ruang yang nyaman untuk proses pembelajaran (Harsono, 2004: 26-29).

Peran tutor dalam proses problem based learning adalah:

1. Pengendali proses

a. Bertindak selaku penjaga pintu dan penjaga waktu.

b. Sebagai petugas tanpa menjatuhkan sanksi kepada peserta didik.

c. Campur tangan apabila ada konflik di kalangan peserta didik.

d. Mendorong terjadinya situasi yang nyaman untuk terlaksananya dinamika kelompok.

2. Pengamat perilaku kelompok

a. Mendorong terjadinya interaksi kelompok, keberanian, dan persetujuan.

b. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kualitas individual.

c. Membantu peserta didik untuk menghayati kemampuan dan menyadari kelemahan mereka.

d. Mendorong peserta didik sebagai agen perubahan di dalam kelompok

e. Bertindak sebagai role model.

3. Pemecah masalah

a. Mendorong terjadinya partisipasi aktif, konsentrasi perhatian, dan diskusi lebih hidup.

b. Memeriksa kembali seluruh hasil diskusi, mengembalikan pertanyaan peserta didik untuk dijawab sendiri oleh mereka, memberi komentar dan saran, serta merangsang untuk berpikir misalnya mencoba untuk mengembangkan hipotesis.

c. Mendorong peserta didik untuk membahas dan mendefinisikan kembali penjelasan yang ada, membuat hubungan atau kaitan konsep, proses dan sebagainya.

d. Mendorong peserta didik untuk menganalisis, membuat sintesis dan evaluasi tentang masalah atau data, serta meringkas hasil diskusi.

e. Membantu peserta didik dalam hal identifikasi sumber dan materi belajar. (Harsono, 2004: 31-32)

Aktivitas guru dan peserta didik dalam tutorial sebagai berikut:

1. Aktivitas Peserta Didik

a. Mengidentifikasi pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.

b. Mengidentifikasi masalah dan menggali sumber informasi yang relevan.

c. Menyelidiki dan menginterpretasi informasi yang terkumpul.

d. Belajar secara mandiri (self-directed learning) (Harsono, 2004: 35-42)

e. Memprioritaskan beberapa alternatif solusi masalah.

f. Mengintegrasikan, pendapat untuk menyeleksi solusi masalah.

(Cindy L. Lynch, Susan K. Wolcott, and Gregory E. Huber, 2001: 2-5)

g. Refleksi diri (Teacher & Education Development, University of New Mexico School of Medicine, 2002: 26 & 29).

Aktivitas peserta didik (a, b, c, e, dan f) mengacu pada “steps for better thinking: a developmental problem solving process” dari Cindy L. Lynch, Susan K. Wolcott, and Gregory E. Huber).

2. Aktivitas Guru sebagai Tutor

a. Menjadikan pembelajaran terpusat pada peserta didik.

b. Merancang lingkungan yang memotivasi peserta didik untuk belajar.

c. Mengatur waktu dan proses tutorial.

d. Menggunakan pertanyaan efektif.

e. Mengatur dinamika kelompok.

f. Menyediakan umpan balik yang bersifat membangun.

(University of New Mexico School of Medicine, 2002: 1-35)

g. Evaluasi hasil belajar peserta didik pada ranah kognitif.

Teori Dan Praktek

Penguasaan Teori dan Ketrampilan Praktek Dalam Pengukuran Arus dan Tegangan

Pada Rangkaian Seri Dan Paralel Mahasiswa JPMIPA Fisika

Universitas Kristen Satya Wacana


Oleh: Wahyudi

Staff Pengajar S1 PGSD UKSW


Abstrak

Tanpa percobaan fisika hanya cerita. Segala sesuatu dalam fisika harus melalui percobaan. Sehingga pengajaran hanya dengan teori tanpa melihat dan praktek langsung, fisika menjadi sulit dipahami. Penguasaan teori tentang sesuatu belum menjamin kemampuan dan ketrampilan praktek di lapangan menggunakan alat. Mahasiswa yang penguasaan teorinya baik untuk materi rangkaian seri dan paralel, apakah juga terampil dalam prakteknya? Dalam penelitian ini akan dicari hubungan antara penguasaan teori dengan ketrampilan prakteknya. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberi tes secara teori dan tes praktek pada mahasiswa serta diadakan wawancara dengan sampel yang diambil dalam penelitian ini. Dari ketiga hasil ini kemudian dicari perbandingan antara hasil tes teori dengan hasil tes praktek dan dimantapkan dengan hasil wawancara yang didapat. Dari hasil dan analisa yang dilakukan didapatkan bahwa mahasiswa yang hasil teorinya bagus hasil prakteknya tidak baik. Sedangkan mahasiswa yang hasil prakteknya baik mendapat hasil tes teori juga baik. Dari hasil wawancara yang dilakukan, ketidakmampuan siswa untuk praktek ternyata dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: pengenalan alat yang kurang, belum pernah menggunakan alat, dan cara penyampaian materi pelajaran yang disampaikan oleh guru yang kurang sehingga mahasiswa tidak memahami materi dengan baik.

Kata kunci: penguasaan teori, ketrampilan praktek


Pendahuluan

Fisika merupakan ilmu eksperimental maka tidak terlepas dari percobaan baik dengan demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau praktikum yang dilakukan oleh siswa. Selain membuat siswa berperan aktif dalam proses belajar mengajar, percobaan membuat siswa lebih tertarik terhadap fisika, mempermudah penyerapan materi dan memberi pengalaman dalam mengolah data (D.R.M.Mills, 1985). Selain itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan observasi dan eksplorasi sederhana untuk menemukan sendiri konsep yang dibahas pada saat pembelajaran berlangsung ( Percobaan IPA, Departemen Pendidikan Nasional, 2001).

Dengan alasan keterbatasan alat dan waktu yang lama, guru enggan dalam melaksanakan praktikum dalam proses pembelajaran. Guru cenderung menggunakan ceramah dalam mengajar, tidak melakukan interaksi dengan siswa, guru aktif siswa pasif mendengarkan.

Siswa mengenal sesuatu hanya melalui cerita dari guru, tanpa mnegenal dan melihat secara langsung. Sebagai contoh saat guru mengajar tentang rangkaian seri dan paralel. Guru hanya menjelaskan tentang cirri-ciri rangkaian seri dan paralel dengan menggunakan gambar dan ceramah. Jadi siswa hanya bisa melihat dan membayangan bahwa rangkaian seri dan paralel seperti yang digambarkana oleh guru, tanpa diberi kesempatan untuk mencoba dan menemukan sendiri. Bigitu juga saat mereka belajar bagaimana mengukur arus dan tegangan pada rangkaian. Mereka hanya mengetahui jika ingin mengukur arus maka amperemeter dipasang seri dan jika ingin mengukur tegangan voltmeter dipasang paralel. Sementara itu siswa belum pernah melihat bagaimana bentuk amperemeter dan voltmeter, dan bagaimana cara menggunakannya dalam pengukuran arus dan tegangan.

Dari keadaan ini , apakah siswa yang pemahaman teorinya baik mampu dan trampil untuk memprakteknya menggunakan alat yang sebenarnya? Dengan penjelasan guru yang seperti itu dan metode yang mengandalkan ceramah, dapat dipastikan bahwa siswa yang menguasai teori tidak akan mampu mempraktekannya menggunakan alat yang sebenarnya.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pengajar tentang keadaan siswa dari hasil pengajaran yang dilakukan selama ini. Bagaimana kemampuan mereka secara teori dan bagaimana kemampuan anak untuk praktek dengan alat yang sesungguhnya. Penelitian ini dapat menjadi data awal untuk melakukan penelitian lanjutan dalam rangka menindak lanjuti keadaan pemebelajaran saat ini dalam dunia pendidikan.

KERANGKA TEORITIS

1. Hasil Belajar

Belajar adalah proses perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu dan bukan karena proses pertumbuhan fisik. Chance menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman.

Belajar sering juga didefinisikan sebagai perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang disebabkan oleh latihan atau pengalaman. Anderson menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif menetap terjadi dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman.

Pendapat senada dikemukakan oleh Wittrock dikutip Good dan Brophy mendefinisikan: "learning is the term we use to describe the process involve in changing through experience. It is the process of acquiring relatively permanent change in understanding, attitude, knowledge, information, ability, and skill through experience".

Dari definisi-definisi tersebut di atas, terlihat bahwa belajar melibatkan tiga hal pokok. Pertama, belajar mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan yang terjadi karena belajar bersifat relatif permanen atau tetap. Ketiga, perubahan tersebut disebabkan oleh hasil latihan atau pengalaman bukan oleh proses pertumbuhan atau perubahan kondisi fisik.

Sementara itu, hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. Dalam hal ini Soedijarto mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Gagne dan Briggs menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar. Reigeluth mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prilaku yang dapat diamati yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang.

Dalam kaitannya dengan hasil belajar tersebut, Gagne dan Briggs mengemukakan adanya lima kemampuan yang dapat diperoleh seseorang sebagai hasil belajar yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap.

Sementara itu, Bloom membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Ranah afektif berkaitan dengan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, nilai, dan sikap yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan motorik, manipulasi bahan atau objek.

Hasil belajar dalam ranah kognitif tersebut secara rinci mencakup kemampuan mengingat dan memecahkan masalah berdasarkan apa yang telah dipelajari siswa. Artinya hal ini mencakup keterampilan intelektual yang merupakan salah satu tugas dari kegiatan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka pengertian hasil belajar dalam penelitian ini hanya dibatasi pada ranah kognitif menurut kategori Bloom yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis dengan penekanan pada aspek pengetahuan dan pemahaman yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa subjek penelitian.

2. Metode Mengajar Dengan Ceramah

Pengajaran menggunakan metode ceramah telah mendominasi dalam kegiatan pengajaran di sekolah. Metode ceramah /kuliah/penuturan merupakan metode mengajar yang konvensional, karena metode ini sudah sejak dulu digunakan sebagai alat komunikasi pengajaran antara guru dengan siswa. Meskipun metode ini banyak menuntut keaktifan guru daripada siswa, namun metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran. Apalagi pada sekolah-sekolah yang fasilitasnya kurang dan sekolah-sekolah di daerah terpencil (pedalaman).

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1996:109-110), “Metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan/kelemahan dari metode ceramah yaitu sebagai berikut:

a. Kelebihan metode ceramah

1. Guru mudah menguasai kelas.

2. Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas.

3. Dapat diikuti oleh jumlah siswa besar.

4. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.

5. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.

b. Kelemahan metode ceramah

1. Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)

2. Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih besar menerimanya.

3. Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.

4. Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar sekali.

5. Menyebabkan siswa menjadi pasif.

Dalam praktiknya, guru dalam mengajar tidak bisa hanya mengguna­kan metode ceramah saja, tapi dikombinasikan dengan metode-metode mengajar lainnya. Misalnya metode ceramah biasanya dikombinasikan dengan tanya jawab dan penugasan, sedang untuk metode latihan dikombinasi dengan ceramah dan demonstrasi.

3. Metode Megajar Dengan Praktikum

3.1 Pengertian Praktikum

Praktikum merupakan kegiatan laboratorium yang dilakukan untuk memecahkan atau membuktikan suatu masalah, yang meliputi mengukur, mengamati sehingga diperoleh data yang kemudian dipergunakan untuk menarik kesimpulan.

Metode mengajar dengan praktikum bukanlah metode yang baru dalam pengajaran fisika. Salah satu yang menyebabkan metode ini unggul adalah pembekalan pengalaman empiris yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan minat yang kuat dalam diri siswa (Berg, 1991).

Praktikum merupakan bagian pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapatkan kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori. Kondisi ini menempatkan siswa dalam situasi yang menuntut siswa mengalami sendiri pertentangan pikiran secara pribadi, sehingga mampu merangsang minat dan keingintahuannya. Melalui pengetahuan empiris siswa akan tertolong dalam mencari tahu secara tuntas apa yang diterima dan diamati secara langsung. Kesulitan yang mungkin terjadi dari penjelasan guru akan teratasi dengan mudah. Metode pengajaran ini berupa penggunaan alat dengan bantuan alat-alat untuk menjelaskan suatu konsep tertentu (Omang, 1989).

Khusus untuk menentukan besaran yang belum diketahui atau mendapat pengetahuan mengenai asas atau konsep yang benar. Praktikum bukan sekedar menggunakan alat, melainkan untuk memperlihatkan suatu prinsip, menguji kebenaran teori yang diperoleh secara teoritis dan untuk memperkuat pemahaman serta kepercayaan.

3.2 Alasan Melaksanakan Praktikum

Adanya beberapa alasan yang melatarbelakangi mengapa guru melakukan praktikum (Berg, 1991; Lee, 1982; Mills, 1985; Nasution, 1988; Omang, 1989) yaitu:

1. Keinginan guru untuk melakukan penguatan atau peneguhan. Praktikum dapat digunakan untuk mengulangi dan mempertegas kebenaran teoritis yang dianjurkan oleh guru.

2. Menunjukan bahwa IPA adalah ilmu eksperimental sehingga kebenaran teoritis dapat diuji melalui praktikum.

3. Dalam praktikum siswa terlibat untuk merumuskan masalah, menganalisa hasil, menarik kesimpulan dan siswa dapat menjelaskan kembali.

4. Praktikum dapat digunakan untuk menghilangkan keraguan siswa terhadap suatu konsep sains. Praktikum juga merupakan salah satu usaha untuk menghilangkan verbalisme pada siswa.

5. Penyerapan siswa terhadap materi pelajaran akan lebih tinggi jika bahasannya lebih kongkret.

6. Memungkinkan adanya pembentukan sikap keterbukaan atar siswa.

7. Menunjang pelajaran dan mendidik siswa menjadi peneliti yang baik.

3.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Praktikum

Menurut Omang (1989) keberhasilan praktikum dalam mencapai tujuan didukung oleh persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain :

1. Perencanaan Praktikum

Dalam perencanaan guru dituntut untuk mempersiapkan dan memikirkan beberapa hal sekaligus yaitu,

  1. Melatih diri melalui kerja laboratorium, sehingga untuk melakukan praktikum dapat menunjukan kebenaran suatu teori fisika.
  2. Merencanakan praktikum perlu langkah-langkah antara lain menentukan tujuan praktikum, melihat peralatan yang ada, mengangkat pengalaman yang sering dialami siswa sehingga dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan dan menulis petunjuk praktikum untuk siswa.

Petunjuk praktikum ini berfungsi sebagai pendororng siswa dalam mengembangkan cara berpikir untuk menentukan segala sesuatu yang harus dilakukan untuk melakukan praktikum. Disamping itu petunjuk praktikum yang baik akan memperlancar pelaksanaan praktikum.

2. Pelaksanaan Praktikum

Menurut Karim (1989) pelaksanaan praktikum dapat dilaksanakan dalam dua bentuk. Pertama, siswa diberi tahu prinsip/teori /konsep fisika setelah itu siswa menguji teori dengan praktikum. Kedua, siswa tidak diberi teori/prinsip/konsep fisika tetapi ditugaskan menemukan prinsip/teori/konsep fisika melalui praktikum.

Berkaitan dengan pelaksanaan praktikum,Scottand dan Lyon (1975) berpendapat bahwa catatan kerja dari praktikum secara kualitatif dan kuantitatif harus memenuhi 8 aspek, yaitu tujuan praktikum, ilustrasi, gambar, diskusi antara praktikum dan teori, prosedur, pembicaraan dalam menentukan kesulitan dan penyebabnya, penjelasan dari kumpulan pernyataan dalam pengukuran dan metodenya penjelasan observasi dan ralat, serta kesimpulan.

Mills dan Yustinom (1985) menyatakan bahwa ada 3 hal yang harus dipenuhi agar praktikum sesusai dengan tujuan, yaitu pengenalan yang mantap terhadap materi, ketersediaan pelaratan termasuk sampel dan alat ukurnya. Kemudian Omang (1989) menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum harus dilakukan secara jujur dan obyektif (dicatat apa adanya). Dengan cara tersebut hasil praktikum dapat menyimpulkan apakah teori/rumusan sesuai dengan keadaan peralatan, alat ukur yang dipakai dengan keperluan peralatan, alat ukur yang dipakai sesuai dengan keperluan dan ketelitian dan prosedur percobaan sanggup memberi hasil yang baik dan teliti. Praktikum harus dilakukan berulang-ulang dengan keadaan yang sama, memakai alat ukur yang lain dan membandingkan peralatan dalam keadaaan yang lain, agar kesimpulan yang diambil lebih akurat.

3. Evaluasi

Evaluasi menyangkut seberapa jauh hasilnya sesuai atau tidak, terdiri dari empat bagian, yaitu perhitungan masing-masing besaran, pembahasan validitas hasil, perhitungan jawaban, dan tafsiran ketelitian praktikum secara menyeluruh.

Dengan melihat keunggulan praktikum siswa diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri melalui perbuatan (siswa melakukan /berbuat sesuatu yang jelas,dapat dilihat dan dirasakan), sehingga perlu adanya evaluasi pada ketrampilan dalam proses menemukan konsep (Berg, 1991).

4. Diskusi

Langkah yang sering dilupakan adalah langkah untuk mengusahakan agar penemuan siswa lebih bermakna. Biasanya siswa akan merasa puas jika semua tugas dan semua pertanyaan dapat dijawab. Mendiskusikan hasil praktikum merupakan langkah untuk membuat penemuan siswa lebih bermakna (Wahyana, 1986). Siswa dapat menggunakan hasil penemuannya untuk memecahkan masalah-masalah lain yang relevan. Kebermaknaan yang diperoleh siswa dapat membentuk suatu struktur kognitif yang dapat menunbuhkan motivasi untuk belajar lebih lanjut. Analisis hasil praktikum dapat dilakukan secara individual atau kelompok. Jika menganalisis hasil secara kelompok (diskusi), maka perlu suatu kemauan dan kemampuan berkomunikasi, keterlibatan untuk disalahkan dan menyalahkan,dikritik dan mengkritik serta mengakui pendapat orang lain. Dalam forum diskusi siswa berhak untuk mengemukakan pendapat, berkomentar dan mempertanyakan jawaban (Karim, 1989).

Sedikit demi sedikit, akan terbentuk kecenderungan bertanya, berfikir secara logis, melakukan percobaan dan kecenderungan untuk meneliti.

3.4 Keuntungan Dan Kelemahan Praktikum

Menurut Berg (1991), keuntungan praktikum bagi siswa ada tiga hal yaitu siswa lebih terlibat karena mereka sendiri yang melakukan, siswa dapat berfikir sendiri tidak menyembunyikan diri dalam kelas yang besar, dan siswa memperoleh ketrampilan menggunakan alat. Manfaat yang juga menonjol dalam melakukan praktikum adalah hubungan antar personal yaitu kerja sama, komunikasi, keterbukaan dan saling keterbukaan dan merasa sling membutuhkan dan dibutuhkan (Kartika, 1985).

Selain keunggulan, terdapat juga kelemahan praktikum yaitu membutuhkan persiapan yang rumit dan cermat dari guru. Jika persiapan tidak baik atau kurang maka peluang kegagalan akan munculnya kendala-kendala semakin besar.

Tidak semua konsep fisika dapat dijelaskan dengan praktikum, karena keterbatasan alat, membutuhkwn guru yang benar-benar terlatih dan dibutuhkan waktu yang cukup lama.

Faktor kelemahan tersebut mungkin dapat dihilangkan atau mungkin dapat dikurangi dengan tindakan sebagai berikut (Wahyana, 1986) :

a. menjelaskan tujuan yang akan dicapai.

b. Memiliki sumber belajar termasuk peraqlatan yang memadai sesuai dengan tujuan.

c. Melakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah alat yang akan digunakan berjalan dengan baik termasuk sarana laboratorium yang lain.

d. Memperbaiki kegiatan siswa sehingga selam kegiatan,, komunikasi antara siswa dan guru tidak putus.

e. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi.

Kelompok siswa harus diatur agar siswa betul-betul memperoleh pengalaman hidup berkelompok

Metode Penelitian

Subyek penelitian adalah mahasiswa JPMIPA Fisika Universitas Kristen Satya Wacana. Untuk lebih memudahkan penelitian, penulis mengambil sample mahasiswa JPMIPA angkatan 2004 sebagai obyek penelitian. Jumlah sample yang dipakai hanya 19 mahasiswa. Pengambilan sample ini atas dasar bahwa mereka belum mendapat mata kuliah Untai Arus Searah, sehingga mereka hanya berbekal pengetahuan dari SMU.

Mula-mula sample diberi tes tertulis yang berisi tentang rangkaian seri dan paralel, pemasangan dan pengukuran arus dan tegangan menggunakan amperemeter dan voltmeter. Soal terdiri dari 12 soal, 9 soal pilihan ganda dan 3 soal menggambar rangkaian dan pemasangan amperemeter dan voltmeter dalam dengan waktu 30 menit.

Tes ini digunakan sebagai tolok ukur pemahaman mahasiswa secara teori. Kemudian sampel diberi soal praktikum, dimana mahasiswa diminta merangkai dan mengukur arus dan tegangan menggunakan amperemeter dan voltmeter. Soal praktikum merupakan jawaban dari tes teori yang telah dikerjakan. Soal praktikum terdiri dari 8 soal, 4 soal merangkai dan memasang dan 4 soal merangkai, memasang, serta mengukur. Soal dikerjakan selama 60 menit dan setiap anak mendapat satu set alat. Soal 1 s/d 4 masing-masing 5 menit, soal 5 s/d 8 masing-masing 10 menit. Sistem penilaian untuk praktikum yaitu dengan cara melihat langsung sampel mengerjakan soal sesuai nomor dan waktu yang telah ditentukan. Pada saat sample mengerjakan, penilai menilai masing-masing anak. Setelah waktu habis, anak disuruh berhenti dan menilai masing-masing hasil anak sambil menanyakan kesulitan yang mereka hadapi saat merangkai alat.

Dari hasil yang didapat (tes teori dan praktek), dibandingkan untuk masing-masing mahasiswa untuk mendapatkan hubungan antara kemampuan teori dan ketrampilan prakteknya. Dari hasil perbandinagn itu dianalisa secara kualitatif kemudian disimpulkan secara deskriptif

Hasil Penelitian

A. Hasil Tes Teori

Mahasiswa

Soal

Jawaban

Nilai

Keterangan

Betul

Salah

A

12

8

4

66.66

Tidak tahu penegrtian rangkaian parallel

Tidak bisa memasang amperemater dan voltmeter

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

B

12

9

3

75

Tidak bisa memasang dan menggambar letak amperemeter dan voltmeter pada rangkaian

C

12

7

5

58.33

Tidak tahu pengertian parallel

Pemasangan amperemeter dan voltmeter kebalik

Tidak bisa merangkai pada gambar

D

12

10

2

83.33

Pesangan amperemeter dan voltmeter kebalik

E

12

6

6

50

Tidak tahu pengertian parallel dan tidak bisa membedakan rangkaian seri dan parallel

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

F

12

8

4

66.66

Tidak tahu pengertian parallel

Pemasangan amperemeter dan voltmeter kebalik

Tidak bisa merangkai pada gambar

G

12

6

6

50

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan parallel pada rangkaian gabungan

H

12

11

1

91.66

Pemasangan amperemeter dan voltmeter kebalik

I

12

11

1

91.66

Pemasangan amperemeter dan voltmeter kebalik dan tidak bisa menggambar pemasangan voltmeter

J

12

7

5

58.33

Tidak bisa menggambar rangkaian seri dan parallel pada rangkaian gabungan

Pemasangan amperemeter dan voltmeter kebalik

K

12

5

7

41.66

Tidak tahu pengertian parallel dan tidak bisa membedakan rangkaian seri dan parallel

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

L

12

10

2

83.33

Tidak tahu pengertian seri dan parallel

M

12

7

5

58.33

Tidak tahu pengertian parallel dan tidak bisa membedakan rangkaian seri dan parallel

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

N

12

10

2

83.33

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan parallel pada rangkaian gabungan

O

12

5

7

41.66

Tidak tahu pengertian rangkaian seri dan parallel

Pemasangan amperemeter dan voltmeter kebalik

Belum bisa merangkai dalam gambar

P

12

5

7

41.66

Tidak tahu pengertian parallel dan tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

Q

12

5

7

41.66

Tidak tahu pengertian parallel dan tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

R

12

4

8

33.33

Tidak tahu pengertian seri dan paralel dan tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

S

12

10

2

83.33

Tidak tahu pengertian rangkaian seri

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

B. Hasil Tes Praktikum

Mahasiswa

Soal

Nomor Jawaban

Nilai

Keterangan

Betul

Salah

A

8

2,4

1,2,5,6,7,8

25

Tidak paham alat

Tidak bisa membaca skala amperemeter dan voltmeter

B

8

2,4

1,2,5,6,7,8

25

Tidak paham alat

Tidak bisa membaca skala amperemeter dan voltmeter

C

8

1,2

3,4,5,6,7,8

25

Tidak paham alat dan fungsinya

Tidak bisa merangkai rangkaian seri dan paralel

Tidak bisa membaca skala amperemeter dan voltmeter

D

8

4

1,2,3,5,6,7,8

12.5

Salah pasang sumber tegangan kutub positif dan negatifnya

Tidak bisa membedakan amperemeter dan voltmeter

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

E

8

2

1,3,4,5,6,7,8

12.5

Bingung melihat alat

Tidak pernah praktikum waktu SMU

F

8

1,4

2,3,5,6,7,8

50

Bingung melihat alat

Tidak pernah praktikum dengan alat

G

8

1

2,3,4,5,6,7,8

12.5

Bingung melihat alat

Tidak pernah praktikum dengan alat

H

8

1,2,4

3,5,6,7,8

37.5

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

I

8

1,2,3

4,5,6

7,8


100

Tidak bisa membaca skala amperemeter dan voltmeter

J

8


1,2,3,4,5,6

7,8

0

Bingung melihat alat

Tidak pernah praktikum dengan alat

K

8

1,4

2,3,5,6,7,8

50

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan parallel

Selalu kebalik memasang ampere dan voltmeter

L

8

1,2,3

4,5,6

7,8


100

Nilai arus dan tegangan yang terukur belum tepat

M

8

1

2,3,4,5,6,7,8

12.5

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

Selalu kebalik memasang ampere dan voltmeter

N

8

1,2,3

4,5,6

7,8


100

Nilai arus dan tegangan yang terukur sudah tepat

O

8

2,3,4

5,6

2,7,8

62.5

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

Selalu kebalik memasang ampere dan voltmeter

P

8


1,2,3,4,5,6

7,8

0

Tidak pernah praktikum

Q

8

1,3,4

2,5,6,7,8

37.5

Tidak tahu pengertian parallel dan tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

Belum bisa memasang amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

R

8


1,2,3,4,5,6

7,8

0

Tidak pernah praktikum

S

8

3,4

1,2,5,6

7,8

50

Tidak bisa membedakan rangkaian seri dan paralel

Analisa Hasil

a. Analisa tes teori

Dari 12 soal yang diberikan mahsiswa masih belum memahami rangkaian seri dan paralel. Mahasiswa yang menjawab benar hanya ada 7 orang (36,84%). Untuk soal pemasangan amperemeter dan voltmeter sebagian besar mahasiswa sudah memahami yaitu ada 13 orang (68,42%), dan untuk pemasangan amperemeter ada 11 orang (57,89%). Untuk soal rangkaian gabungan seri dan parallel yang mampu menjawab hanya 9 orang (47,36%). Untuk pemasangan amperemeter dan voltmeter pada rangkaian gabungan mahasiswa yang dapat menjawab hanya 7 orang (36,84%)

Dari hasil yang didapat, mahasiswa yang mendapat nilai di atas rata hanya ada 9 orang (47,37%) dari sampel yang ada. Secara umum pengusaan teori untuk keseluruhan sampel masih kurang.

b. Analisa tes praktikum

Dari 19 sampel yang ada, mahasiswa yang mampu merangkai rangkaian seri dan paralel hanya 10 orang (52,62%), dan 12 orang (63,15%) mampu merangkai rangkaian seri dan parallel pada rangkaian gabungan.

Untuk pemasangan amperemeter dan voltmeter mahasiswa masih mengalami kesulitan. Mahasiswa yang mampu memasang amperemeter hanya ada 9 orang (47,37%), 4 orang (31,58%) mampu memasang voltmeter. Masih banyak mahasiswa yang belum bisa mengukur arus dan tegangan listrik dalam rangkaian, hanya ada 2 orang yang bisa. Dari perhitungan rata-rata yang dilakukan, mahasiswa yang mendapat nilai di atas rata-rata hanya ada 6 orang (31,58%)

c. Analisa Pengamatan dan Wawancara

Dari pengamatan yang dilakukan hamper semua mahasiswa yang diteliti mengalami kebingungan sat melihat alat dan tidak tahu apa yang mau dikerjakan. Mereka masih sulit membedakan antara rangkaian seri dan parallel dengan menggunakan alat. Tidak tahu pemasangan amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian, apalagi membaca arus dan tegangan pada amperemeter dan voltmeter.

Ada juga yang santai melihat alat dan melakukan pengukuran. Hasil yang ia dapatkan juga tepat. Setelah dilakukan wawancara mahasiswa ini sudah pernah melakukan praktikum sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya perbandingan hasil penguasaan teori dan praktek dapat dilihat pada tabel berikut:

Mahasiswa

Nilai

T dan P

Baik

T Baik dan P Kurang

T Kurang P Baik

T dan P Kurang

Teori (T)

Praktek (P)

A

66.66

25




B

75

25




C

58.33

25




D

83.33

12.5




E

50

12.5




F

66.66

50




G

50

12.5




H

91.66

37.5




I

91.66

100




J

58.33

0




K

41.66

50




L

83.33

100




M

58.33

12.5




N

83.33

100




O

41.66

62.5




P

41.66

0




Q

41.66

37.5




R

33.33

0




S

83.33

50




Dari hasil tes teori dan praktikum didapatkan bahwa secara umum mahasiswa yang mendapatkan hasil tes teori kurang hasil tes praktikumnya juga kurang. Mahasiswa yang hasil tes teorinya baik belum tentu hasil tes prakteknya baik. Mahasiswa yang tes praktikumnya baik maka hasil tes teorinya juga baik yaitu ada 3 mahasiswa (15,59%) dari 19 mahasiswa.

Kesimpulan

Dari analisa yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Fisika merupakan ilmu experimental tidak cuma dikenal secara teori tetapi harus dipraktekkan, sehingga penguasaan teori (rangkaian seri dan paralel serta pengukuran arus dan tegangan) tidak menjamin kemampuan dan ketrampilan praktek mahasiswa (mahasiswa JPMIPA FĂ­sica 2004). Mahasiswa yang penguasaan teorinya bagus secara umum dari data penelitian ini kemampuan dan ketrampilan praktek juga baik

2. Penguasaan teori yang kurang maka kemampuan prakteknya juga kurang (dari 19 sampel yang diteliti ada 9 orang)

3. Mahasiswa yang prakteknya bagus, penguasaan teorinya juga bagus (ada 3 orang)

4. Kemampuan dan ketrampilan praktek dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. pengenalan alat dan fungsinya secara langsung (melihat dan mencoba langsung)

b. pemberi contoh pemakaian alat oleh pengajar sehingga mahasiswa tidak mengalami kebingungan saat menggunakan alat

c. pemahaman konsep secara teori yang benar dari apa yang ingin dipraktekan

Daftar Pustaka

Anderson, John R., 2000. Learning and Memory, New York: John Willey & Sons, Inc.,

Biggs, John B. and Philip J. Moore, 1993.The Process of Learning, Sydney, Australia: Prentice Hall,

Bob Foster. 2000. Fisika SMU Kelas 2 Tengah Tahun Pertama. Bandung : Erlangga

Chance, Paul, 1979.Learning and Behaviour, California: Wadsworth Publishing Company, Inc.,

D.R. Mill-Dra. Justnon. 1985. Metode Eksperimen.Medan : Universitas Sumatra Utara.

Karim. A.K. 1998. Panduan Pembelajaran Fisika SLTP. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Kanginan, Marthen.1997.Fisika SMU Kelas 2 Catur Wulan 1. Jakarta:Erlangga.

Wahana.1986. Pengelolaan Pengajaran Fisika. Jakarta : Kurnia.

Wirasasmita, Omang. 1989. Pengantar Laboratotium Fisika. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Wilarjo, liek. 1997. Interaksi Dalam Proses Belajar Mengajar Fisika Di SMU Negeri Dan Swasta. UKSW : Kritis-jurnal UKSW

Yamin,H.Martinis.2003.Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jambi:Gaung Persada Press