Senin, 27 Oktober 2008

Discovery Learning

MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN DISCOVRY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN PROSES SISWA

DALAM MATA PELAJARAN IPA

Oleh: Wahyudi*)

ABSTRAK

Dalam dunia pendidikan khususnya bidang studi fisika, kegiatan pembelajaran yang dilakukan tidak terlepas dari percobaan. Percobaan yang dilakukan bisa berupa demonstrasi oleh guru dan praktikum yang dilakukan oleh siswa. Keberhasilan demonstrasi dan praktikum salah satunya tergantung dari guru dan metode yang digunakan oleh guru yang bersangkutan. Untuk itu dalam penelitian ini diberikan satu model pengajaran dengan pendekatand discovery learning untuk melatih siswa menggunakan Amperemeter dan voltmeter dan akan diuji keberhasilannya. Dalam model pengajaran ini dibagi menjadi dua bagian yaitu demonstrasi oleh guru dan praktikum oleh siswa. Setelah melalui tahap pembelajaran , sample diberi post tes sebanyak 20 soal (26 item) yang merupakan soal pre test untuk mengetahui keberhasilan model pembelajaran yang digunakan. Hasil yang diperoleh, terdapat peningkatan jumlah jawaban benar dari soal yang diberikan. Pada pemasangan amperemeter mengalami peningkatan dari 62,96% menjadi 90,74 %, pemasangan voltmeter dari 33,33% menjadi 84,44%, komponen dan prinsip kerja galvanometer dari 36,11% menjadi 9, 67%, arus maksimum galvanometer dan komponen amperemeter dari 37, 37% menjadi 87,04%, tegangan maksimum galvanometer dan komponen voltmeter dari 20,37% menjadi 87,04%, pemasangan amperemeter dan voltmeter dari 15,74% menjadi 86,11%. Secara keseluruhan mengalami peningkatan dari 32,48% menjadi 88,46%.

Kata kunci: Model Pengajaran, Pendekatan Discovery Learning, Demonstrasi dan Praktikum, Amperemeter dan Voltmeter,

PENDAHULUAN

Fisika merupakan ilmu eksperimental maka tidak terlepas dari percobaan baik dengan demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau praktikum yang dilakukan oleh siswa. Selain membuat siswa berperan aktif dalam proses belajar mengajar, percobaan membuat siswa lebih tertarik terhadap fisika, mempermudah penyerapan materi dan memberi pengalaman dalam mengolah data (D.R.M.Mills, 1985). Selain itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan observasi dan eksplorasi sederhana untuk menemukan sendiri konsep yang dibahas pada saat pembelajaran berlangsung ( Percobaan IPA, Departemen Pendidikan Nasional, 2001).

Selain itu percobaan (praktikum) juga mendorong perhatian siswa untuk lebih berkonsentrasi terhadap materi pelajaran. Siswa akan memperoleh ketrampilan dengan peralatan dan ketrampilan intelektual yang dapat mendorong untuk belajar selanjutnya. Juga dapat melakukan kegiatan ilmiah sehingga menemukan sendiri konsep yang benar-benar baru atau baru untuk dirinya sendiri.

Tetapi untuk melaksanakan praktikum yang baik tidak mudah, bahkan sering kali pelaksnaan praktikum mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan siswa belum paham benar alat yang digunakan, bahkan belum pernah melihat sehingga tidak bisa menggunakannya. Selain itu, guru sering kali menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) atau petunjuk praktikum sebagai resep untuk melakukan praktikum. Siswa dianggap sebagai dokter yang langsung paham dan mengerti isi dari petunjuk praktikum dengan dengan membaca petunjuk tersebut.

Dari penelitian yang dilakukan pada mahasiswa JPMIPA Fisika angkatan 2004 yaitu praktikum dengan sistem LKS atau petunjuk praktikum tentang rangkaian seri dan paralel, didapatkan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan memahami petunjuk praktikum, tidak mengenal alat, tidak bisa menggunakan alat, tidak bisa memasang Amperemeter dan Voltmeter, tidak bisa membaca nilai yang tertera pada Amperemeter maupun Voltmeter.

Dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan ternyata mereka ada yang belum pernah melihat alat yang digunakan, ada yang sudah melihat dan melakukan pratikum yang sama tetapi asal melakukan dan ikut-ikutan teman yang lain.

Dari hal di atas, peneliti ingin membuat rencana pembelajaran dengan metode discovery dengan cara perlakuan langsung untuk melatih siswa melakukan praktikum khususnya cara penggunaan Amperemeter dan Voltmeter untuk mengukur arus dan tegangan pada rangkaian seri dan paralel. Dan diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu dunia pengajaran khusus para pengajar bagaimana cara melatih (maha)siswa menggunakan Amperemeter dan Voltmeter yang benar sehingga praktikum dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan.

KERANGKA TEORITIS

1. Metode Pembelajaran Discovery (Discovery Learning)

Metode belajar Discovery disebut juga sebagai metode belajar menemukan dimana siswa akan belajar secara mendiri untuk membahas suatu masalah tertentu yang diberikan oleh guru dengan berbagai peralatan dan media. Diskusi dan proses kegiatan sebagian besar ditentukan sendiri oleh siswa baik selama pengajaran dikelas maupun dalam kelompok. Sejauh mungkin mereka sendiri yang memilih metode penelitian. Menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan, mengusulkan dan melaksanakan proesedur–prosedur pemecahan masalah. Selama langkah-langkah tersebut peranan dan kegiatan guru cukup terbatas. Guru hanya menberikan konsoltasi, mengusulkan, dan mendorong kalau benar-benar dibutuhkan .

Jika kegiatan siswa berubah menjadi suatu kegiatan yang menyimpang dari tujuan pengajaran, guru harus turun tangan. Keunggulan utama yang dapat dicapai dengan metode ini antara lain :

1. Pengembangan kemandirian dan kegiatan mandiri siswa.

2. Stimulasi kemampuan merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan kegiatan

3. Pengembangan tanggung jawab terhadap suatu kegiatan

4. Pengenalan metode-metode kerja dan berpikir dalam bidang penelitian termaksud

5. Meraih pemahaman yang individual mengenai dunia

Kelemahan metode Discovery

1. Waktu pembelajaran relatif lebih lama sehingga tidak bisa menyelesaikan materi lebih cepat

2. Bagi siswa yang kurang aktif /kurang bisa mengikuti pembejaran ini akan mengalami kesulitan dikelompoknya sehingga hasil pembelajarannya kurang baik.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode discovery menurut Walter Klinger, SEQIP (1997) adalah sebagai berikut :

1. Motivasi, bertujuan menuntun siswa kearah materi pendidikan, untuk memabngkitkan rasa ingin tahu siswa, antusiasme dan kesediaan belajar siswa.

2. Perumusan masalah, bertujuan memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas.

3. Penyusunan opini-opini, siswa berdasarkan penagalaman atau iterpretasinya sehingga dapat memberikan hipotesa dari permasalahan yang diberikan

4. Perencanaan dan kontruksi alat, bertujuan merencanakan dan mengkontruksi suatu perangkat percobaan yang berfungsi, yang memungkinkan verifikasi atau penolakan hipotesa dan penentuan saling keterkaitan antara parameter –parameter yang relevan

5. Pelaksanaan percobaan, langkah percobaan merupakan titik perhatian pengajaran fisika. Jawaban terhadap pertanyaan ilmiah disini akhirnya akan ditemukan melalui pengalaman percobaan menggunakan peralatan yang khusus dikembangkan untuk tujuan ini.

6. Kesimpulan, suatu generalisasi dari hasil percobaan yang akan membawa pengetahuan ilmiah yang baru

7. Abstraksi, abstraksi merupakan perumusan pengetahuan terperinci tertentu yan peroleh melalui kasus khusus dalam rangka melakukan penelitian untuk mencapai syarat-syarat umum. Abstraksi merupakan suatu idealisasi dan suatu generalisasi sejumlah pernyataan yang menggunakan istilah-istilah teknis terperinci dan konsep-konsep yang tepat.

8. Konsolidassi pengetahuan, bertujuan agar siswa semakin menguasai pengetahuan yang baru diperoleh, untuk memungkinkan integrasi dan internalisasi pengetahuan itu kedalam struktur pengetahuan yang sudah ada.

2. Metode Demonstrasi

Penggunaan metode demonstrasi dapat diterapkan dengan syarat pengajar harus memiliki keahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan yang sesungguhnya. Setelah demonstrasi dilakukan siswa harus diberi kesempatan melakukan latihan ketrampilan seperti yang telah diperagakan oleh pengajar atau pelatih.

Metode demonstrasi sangat membantu dan efektif siswa mencari jawaban atas pertanyaan seperti: Bagaimana prosesnya? Terdiri atas unsure apa? Cara mana yang paling baik? Bagaimana dapat diketahui kebenarnya?. Dengan demikian siswa akan aktif untuk berpikir dan terlibat aktif dalam pembelajaran.

Pelaksanaan demonstrasi harus disesuai dengan materi apa yang akan disampaikan. Sehingga dalam melaksanakan demonstrasi dapat melihat beberapa kriteria berikut ini:

1. Kegiatan pembelajaran bersifat formal, magang, atau latihan kerja

2. Bila materi pelajaran berbentuk ketrampilan gerak, petunjuk sederhana untuk melakukan ketrampilan dengan menggunakan bahasa asing, dan prosedur melaksanakan suatu kegiatan

3. Manakala guru, pelatih, instruktur bermaksud menyerdehanakan penyelesaian kegiatan yang panjang, baik yang menyangkut pelaksanaan suatu prosedur maupun dasar teorinya.

4. Pengajar bermaksud menunjukkan suatu standar penampilan

5. Untuk menumbuhkan motivasi siswa tentang latihan/praktik yang kita laksanakan

6. Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan dengan kegiatan hanya mendengarkan ceramahatau membaca buku. Dengan demonstrasi siswa akan mendapat gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya.

7. Bila beberapa masalah yang menimbulkan pertanyaan pada siswa dapat dijawab lebih teliti waktu proses demonstrasi atau eksperimen

8. Bila siswa turut aktif bereksperimen, maka ia akan memperoleh pengalaman-pengalaman praktik untuk mengembangkan kecakapan dan memperoleh pengalaman-pengalaman secara langsun

Agar dapat berjalan dengan baik dalam melaksanakan demonstrasi harus diperhatikan batasan-batasan berikut ini:

1. Alat-alat yang digunakan saat demonstrasi harus dapat dilihat dengan seksama oleh siswa

2. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak diikuti dengan sebuah aktifitas dimana siswa sendiri dapat ikut aktif bereksperimen dan menjadikan aktifitas itu pengalaman pribadi

3. Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di dalam kelompok

4. Kadang-kadang , bila suatu alat dibawa di dalam kelas kemudian didemonstrasikan terjadi proses yang berlainan dengan proses dalam situasi nyata

5. Demonstrasi harus dipersiapkan dengan matang agar tidak menyita waktu yang lama dan tidak membuat siswa bosan mengikutinya.

3. Metode Praktikum

Praktikum merupakan kegiatan laboratorium yang dilakukan untuk memecahkan atau membuktikan suatu masalah, yang meliputi mengukur, mengamati sehingga diperoleh data yang kemudian dipergunakan untuk menarik kesimpulan.

Metode mengajar dengan praktikum bukanlah metode yang baru dalam pengajaran fisika. Salah satu yang menyebabkan metode ini unggul adalah pembekalan pengalaman empiris yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan minat yang kuat dalam diri siswa (Berg, 1991).

Praktikum merupakan bagian pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapatkan kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori. Kondisi ini menempatkan siswa dalam situasi yang menuntut siswa mengalami sendiri pertentangan pikiran secara pribadi, sehingga mampu merangsang minat dan keingintahuannya. Melalui pengetahuan empiris siswa akan tertolong dalam mencari tahu secara tuntas apa yang diterima dan diamati secara langsung. Kesulitan yang mungkin terjadi dari penjelasan guru akan teratasi dengan mudah. Metode pengajaran ini berupa penggunaan alat dengan bantuan alat-alat untuk menjelaskan suatu konsep tertentu (Omang, 1989).

Khusus untuk menentukan besaran yang belum diketahui atau mendapat pengetahuan mengenai asas atau konsep yang benar. Praktikum bukan sekedar menggunakan alat, melainkan untuk memperlihatkan suatu prinsip, menguji kebenaran teori yang diperoleh secara teoritis dan untuk memperkuat pemahaman serta kepercayaan.

Beberapa alasan yang melatarbelakangi mengapa guru melakukan praktikum (Berg, 1991; Lee, 1982; Mills, 1985; Nasution, 1988; Omang, 1989) yaitu:

1. Keinginan guru untuk melakukan penguatan atau peneguhan. Praktikum dapat digunakan untuk mengulangi dan mempertegas kebenaran teoritis yang dianjurkan oleh guru.

2. Menunjukan bahwa IPA adalah ilmu eksperimental sehingga kebenaran teoritis dapat diuji melalui praktikum.

3. Dalam praktikum siswa terlibat untuk merumuskan masalah, menganalisa hasil, menarik kesimpulan dan siswa dapat menjelaskan kembali.

4. Praktikum dapat digunakan untuk menghilangkan keraguan siswa terhadap suatu konsep sains. Praktikum juga merupakan salah satu usaha untuk menghilangkan verbalisme pada siswa.

5. Penyerapan siswa terhadap materi pelajaran akan lebih tinggi jika bahasannya lebih kongkret.

6. Memungkinkan adanya pembentukan sikap keterbukaan atar siswa.

7. Menunjang pelajaran dan mendidik siswa menjadi peneliti yang baik.

Menurut Omang (1989) keberhasilan praktikum dalam mencapai tujuan didukung oleh persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain :

1. Perencanaan Praktikum

Dalam perencanaan guru dituntut untuk mempersiapkan dan memikirkan beberapa hal sekaligus yaitu,

a. Melatih diri melalui kerja laboratorium, sehingga untuk melakukan praktikum dapat menunjukan kebenaran suatu teori fisika.

b. Merencanakan praktikum perlu langkah-langkah antara lain menentukan tujuan praktikum, melihat peralatan yang ada, mengangkat pengalaman yang sering dialami siswa sehingga dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan dan menulis petunjuk praktikum untuk siswa.

Petunjuk praktikum ini berfungsi sebagai pendororng siswa dalam mengembangkan cara berpikir untuk menentukan segala sesuatu yang harus dilakukan untuk melakukan praktikum. Disamping itu petunjuk praktikum yang baik akan memperlancar pelaksanaan praktikum.

2. Pelaksanaan Praktikum

Menurut Karim (1989) pelaksanaan praktikum dapat dilaksanakan dalam dua bentuk. Pertama, siswa diberi tahu prinsip/teori /konsep fisika setelah itu siswa menguji teori dengan praktikum. Kedua, siswa tidak diberi teori/prinsip/konsep fisika tetapi ditugaskan menemukan prinsip/teori/konsep fisika melalui praktikum.

Berkaitan dengan pelaksanaan praktikum,Scottand dan Lyon (1975) berpendapat bahwa catatan kerja dari praktikum secara kualitatif dan kuantitatif harus memenuhi 8 aspek, yaitu tujuan praktikum, ilustrasi, gambar, diskusi antara praktikum dan teori, prosedur, pembicaraan dalam menentukan kesulitan dan penyebabnya, penjelasan dari kumpulan pernyataan dalam pengukuran dan metodenya penjelasan observasi dan ralat, serta kesimpulan.

Mills dan Yustinom (1985) menyatakan bahwa ada 3 hal yang harus dipenuhi agar praktikum sesusai dengan tujuan, yaitu pengenalan yang mantap terhadap materi, ketersediaan pelaratan termasuk sampel dan alat ukurnya. Kemudian Omang (1989) menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum harus dilakukan secara jujur dan obyektif (dicatat apa adanya). Dengan cara tersebut hasil praktikum dapat menyimpulkan apakah teori/rumusan sesuai dengan keadaan peralatan, alat ukur yang dipakai dengan keperluan peralatan, alat ukur yang dipakai sesuai dengan keperluan dan ketelitian dan prosedur percobaan sanggup memberi hasil yang baik dan teliti. Praktikum harus dilakukan berulang-ulang dengan keadaan yang sama, memakai alat ukur yang lain dan membandingkan peralatan dalam keadaaan yang lain, agar kesimpulan yang diambil lebih akurat.

3. Evaluasi

Evaluasi menyangkut seberapa jauh hasilnya sesuai atau tidak, terdiri dari empat bagian, yaitu perhitungan masing-masing besaran, pembahasan validitas hasil, perhitungan jawaban, dan tafsiran ketelitian praktikum secara menyeluruh.

Dengan melihat keunggulan praktikum siswa diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri melalui perbuatan (siswa melakukan /berbuat sesuatu yang jelas,dapat dilihat dan dirasakan), sehingga perlu adanya evaluasi pada ketrampilan dalam proses menemukan konsep (Berg, 1991).

4. Diskusi

Langkah yang sering dilupakan adalah langkah untuk mengusahakan agar penemuan siswa lebih bermakna. Biasanya siswa akan merasa puas jika semua tugas dan semua pertanyaan dapat dijawab. Mendiskusikan hasil praktikum merupakan langkah untuk membuat penemuan siswa lebih bermakna (Wahyana, 1986). Siswa dapat menggunakan hasil penemuannya untuk memecahkan masalah-masalah lain yang relevan. Kebermaknaan yang diperoleh siswa dapat membentuk suatu struktur kognitif yang dapat menunbuhkan motivasi untuk belajar lebih lanjut. Analisis hasil praktikum dapat dilakukan secara individual atau kelompok. Jika menganalisis hasil secara kelompok (diskusi), maka perlu suatu kemauan dan kemampuan berkomunikasi, keterlibatan untuk disalahkan dan menyalahkan,dikritik dan mengkritik serta mengakui pendapat orang lain. Dalam forum diskusi siswa berhak untuk mengemukakan pendapat, berkomentar dan mempertanyakan jawaban (Karim, 1989).

Sedikit demi sedikit, akan terbentuk kecenderungan bertanya, berfikir secara logis, melakukan percobaan dan kecenderungan untuk meneliti.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Jenis penelitian yang akan diterapkan adalah Administrasi Sosial Eksperimental. Administrasi Sosial Eksperimental adalah salah bentuk PTK dimana guru/dosen tidak dilibatkan dalam perencanaan, aksi, dan refleksi terhadap praktek pembelajarannya di dalam kelas. Tanggung jawab penuh terletak pada pihak luar (peneliti).

Pembuatan rencana pembelajaran, penentuan alat yang digunakan, pelaksanaan praktikum, dan evaluasi dilakukan oleh peneliti sendiri tanpa keterlibatan dari guru.

Pada saat perlakuan dilakukan peneliti melakukan wawancara dengan siswa untuk mengetahui kendala yang dialami saat melakukan praktikum dengan metode yang digunakan. Aspek-aspek yang menjadi kendala dalam praktikum dengan metode ini juga didapat dari pengamatan oleh peneliti saat melakukan penelitian untuk mencari solusi pemecahannya sampai didapatkan target yang ingin dicapai.

Peneliti ini juga memberikan pre tes dan post tes pada mahasiswa untuk mengetahui keberhasilan dari perlakuan yang diberikan khususnya pemahaman siswa tentang alat dan pemakaianny khususnya amperemeter dan voltmeter.

1. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini mengambil populasi mahasiswa JPMIPA Fisika angkatan 2004 UKSW. Dimana mahasiswa ini belum mendapatkan mata kuliah Untai Arus Searah (UAS) dan Alat Ukur Listrik, sehingga pengalaman yang dimiliki hanya dari SMU dan SLTP. Sampel yang diambil 18 mahasiswa yang diambil secara random sampling, dimana setiap mahasiswa diambil secara acak dan mendapat kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Pre tes dan post tes

Sebelum siswa diberi perlakuan, siswa diberi Pre Test yang berisi tentang fungsi dan cara penggunaan amperemeter dan voltmeter pada rangkaian seri, paralel dan gabungan seri-paralel.

Setelah siswa diberi perlakuan, siswa diberi soal Post Test yang merupakan soal Pre Test.

b. Merekam Proses Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran didokumentasikan dalam bentuk rekaman kaset. Data ini digunakan untuk melihat proses pembelajaran yang berlangsung dan untuk melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi saat pembelajaran.

3. Analisa Data

Analisa data dibagi menjadi tiga yaitu analisa hasil Pre test, analisa perlakuan (meliputi pengajaran dan praktikum) dan analisa hasil Pos test

3.1 Analisa Hasil Pre Test

Data hasil Pre Test yang didapat dianalisa dengan kriteria jawaban “BENAR” jika jawaban benar, alasan benar, dan keduanya saling berhubungan. Dari kriteria ini dapat ditentukan jawaban yang benar dan jawaban yang salah.

3.2 Analisa Data Perlakuan

Analisa data perlakuan dibagi menjadi dua bagian yaitu data pengajaran (rekaman kaset) dan data praktikum. Data pengajaran yang diperoleh dari rekaman dianalisa menurut tahapan yang ada dalam Rencana Pembelajaran apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan. Dari data ini juga dapat dilihat hal apa saja yang menjadi kesulitan sampel dalam pembelajaran dan bagaimana peneliti mengatasi kesulitan itu agar pembelajaran berjalan dengan baik. Analisa data praktikum dilakukan melalui pengamatan secara langsung saat praktikum bagaimana sampel melaksanakan praktikum apakah sudah benar atau belum, kemudian dilihat hasil pengukuran yang diperoleh. Data praktikum dianggap “BENAR” jika penyusunan rangkaian, pemasangan amperemeter dan voltmeter, serta hasil pengukuran benar.

3.3 Analisa Hasil Pos Test

Setelah sampel melewati tahap perlakuan, langkah selanjutnya adalah memberikan soal Pos Test untuk mengatahui keberhasilan pembelajaran dan pemahaman konsep sampel yang diteliti. Analisa yang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut, kriteria jawaban “BENAR” jika jawaban benar, alasan benar, dan keduanya saling berhubungan. Dari kriteria ini dapat ditentukan jawaban yang benar dan jawaban yang salah. Pembelajaran dikatakan berhasil jika 80% soal Pos Test dijawab dengan benar oleh sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Pre Test dan Pos Test disajikan dalam bentuk prosentase jawaban benar dari soal yang diberikan. Hasil yang didapatkan dapat dilihat dalam tabel berikut:

Nomor Soal

Kriteria Soal

Prosentase Benar

1-3

Pemasangan amperemeter

62,96%

90,74%

4-6

Pemasangan voltmeter

33,33%

84,44%

7-12

Komponen dan prinsip kerja galvanometer

36,11%

91,67%

13-15

Arus maksimum galvanometer dan komponen amperemeter

37,37%

92,56%

16-18

Tegangan maksimum galvanometer dan komponen voltmeter

20,37%

87,04%

19-20

Pemasangan amperemeter dan voltmeter pada rangkaian seri dan parallel

15,74%

86,11%

Rata-rata keberhasilan

32,48%

88,11%

Dari data di atas terlihat bahwa pengajaran yang dilakukan memberikan dampak yang sangat baik terhadap hasil yang didapatkan oleh sampel. Peningkatan-peningkatan yang didapatkan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sampel semakin memahami dan mengerti pemasangan amperemeter dan dapat melakukan pengukuran arus dalam rangkaian secara tepat. Sebelum pengajaran hanya 62,96% dan setelah pengajaran meningkat menjadi 90,74%

2. Sampel semakin memahami dan mengerti pemasangan voltmeter dan dapat melakukan pengukuran tegangan dalam rangkaian secara tepat. Sebelum pengajaran hanya 33,33% dan setelah pengajaran meningkat menjadi 84,44%

3. Siswa yang mengetahui komponen galvanometer dan memahami prinsip kerjanya semakin banyak. Sebelum pengajaran 36,11% meningkat menjadi 91,67% setelah pengajaran

4. Siswa semakin memahami bahwa arus maksimum galvanometer sangat kecil sehingga jika digunakan untuk mengukur arus yang melebihan arus maksimalnya maka galvanometer akan rusak (terbakar). Agar dapat digunakan untuk mengukur arus yang besar, maka galvanometer ditambah dengan dengan resistor (resistor Shunt) yang dipasang parallel dengan galvanometer. Galvanometer dengan resistor Shunt inilah yang dinamakan amperemeter. Sebelum pengajaran sampel yang mengetahui hanya 37,04% meningkat menjadi 92,56% setelah pengajaran.

5. Siswa semakin memahami bahwa tegangan maksimum galvanometer sangat kecil sehingga jika digunakan untuk mengukur tegangan yang melebihan tegangan maksimalnya maka galvanometer akan rusak (terbakar). Agar dapat digunakan untuk mengukur tegangan yang besar, maka galvanometer ditambah dengan dengan resistor (resistor seri) yang dipasang seri dengan galvanometer. Galvanometer dengan resistor seri inilah yang dinamakan voltmeter. Sebelum pengajaran sampel yang mengetahui hanya 20,37% meningkat menjadi 87,04% setelah pengajaran.

6. Siswa semakin memahami bagaimana pemasangan amperemeter dan voltmeter pada rangkaian gabungan seri dan paralel. Sebelum pengajaran sampel yang bisa memasang hanya 15,74%, setelah pengajaran meningkat menjadi 86,11%.

7. Secara keseluhan bagian pemahaman sampel tentang penggunaan amperemeter dan voltmeter mengalami peningkatan setelah diberi pengajaran, dari 32,48% meningkat menjadi 88,46%.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dan analisa yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Masih banyak mahasiswa yang belum mengatahui pemasangan amperemeter dan voltmeter dengan tepat untuk mengukur arus dan tegangan listrik pada rangkaian seri dan paralel.

2. Masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui komponen utama yang menyusun amperemeter dan voltmeter

3. Masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui prinsip kerja galvanometer sebagai komponen utama amperemeter dan voltmeter

4. Pada pemasangan amperemeter dan voltmeter, mahasiswa belum mengatahui mengapa amperemeter dipang seri dan voltmeter dipasang parallel untuk mengukur arus dan tegangan listrik pada rangkaian.

5. Model pembelajaran dengan metode Discovery dengan cara demonstrasi dan praktikum dapat dikatakan berhasil karena terjadi peningkatan jawaban benar yaitu pada:

a. Pemasangan amperemeter yang tepat untuk mengukur arus dalam rangkaian secara tepat dan benar. Sebelum pengajaran hanya 62,96% dan setelah pengajaran meningkat menjadi 90,74%

b. Pemasangan voltmeter yang tepat untuk menguku tegangan dalam rangkaian secara tepat dan benar. Sebelum pengajaran hanya 33,33% dan setelah pengajaran meningkat menjadi 84,44%

c. Pemahaman mahasiswa tentang komponen galvanometer dan prinsip kerja galvanometer. Sebelum pengajaran 36,11% meningkat menjadi 91,67% setelah pengajaran

d. Pemahaman mahasiswa bahwa arus maksimum galvanometer sangat kecil sehingga jika digunakan untuk mengukur arus yang melebihan arus maksimalnya maka galvanometer akan rusak (terbakar). Agar dapat digunakan untuk mengukur arus yang besar, maka galvanometer ditambah dengan dengan resistor (resistor Shunt) yang dipasang parallel dengan galvanometer. Galvanometer dengan resistor Shunt inilah yang dinamakan amperemeter. Sebelum pengajaran sampel yang mengetahui hanya 37,04% meningkat menjadi 92,56% setelah pengajaran.

e. Pemahaman mahasiswa bahwa tegangan maksimum galvanometer sangat kecil sehingga jika digunakan untuk mengukur tegangan yang melebihan tegangan maksimalnya maka galvanometer akan rusak (terbakar). Agar dapat digunakan untuk mengukur tegangan yang besar, maka galvanometer ditambah dengan dengan resistor (resistor seri) yang dipasang seri dengan galvanometer. Galvanometer dengan resistor seri inilah yang dinamakan voltmeter. Sebelum pengajaran sampel yang mengetahui hanya 20,37% meningkat menjadi 87,04% setelah pengajaran.

f. Pemahaman mahasiswa tentang bagaimana pemasangan amperemeter dan voltmeter pada rangkaian gabungan seri dan paralel. Sebelum pengajaran sampel yang bisa memasang hanya 15,74%, setelah pengajaran meningkat menjadi 86,11%.

g. Keseluhan bagian pemahaman sampel tentang penggunaan amperemeter dan voltmeter mengalami peningkatan setelah diberi pengajaran, dari 32,48% meningkat menjadi 88,46%.

DAFTAR PUSTAKA

D.R. Mill-Dra. Justnon. 1985. Metode Eksperimen.Medan : Universitas Sumatra Utara.

Karim. A.K. 1998. Panduan Pembelajaran Fisika SLTP.Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Kanginan, Marthen.1997.Fisika SMU Kelas 2 Catur Wulan 1.Jakarta:Erlangga.

Sudjana, Nana. 1988. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.

Sudjana,Nana,DR, Wasisuwariah, Dra.1991.Model-Model Mengajar CBSA .Bandung : Sinar Baru

Suryadi, A, MAMembuat Siswa Aktif Belajar.Bandung :Mandar Maju.

Tomas. F. Staton.1978.Cara Mengajar Dengan Hasil Yang Baik. Bandung : CV Diponegoro.

Wahana.1986. Pengelolaan Pengajaran Fisika. Jakarta : Kurnia.

Wirasasmita, Omang. 1989. Pengantar Laboratotium Fisika. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Wilarjo, liek. 1997. Interaksi Dalam Proses Belajar Mengajar Fisika Di SMU Negeri Dan Swasta.UKSW : Kritis-jurnal UKSW

Bob Foster. 2000. Fisika SMU Kelas 2 Tengah Tahun Pertama. Bandung : Erlangga.

Tidak ada komentar: